redefinisi kampus

Redefinisi Pendidikan
Yang dimaksud (H.A.R.Tilaar, 2000) redefinisi pendidikan adalah definisi baru pendidikan, setelah sistem pendidikan (lama) merefleksikan kegagalan dan melahirkan berbagai masalah pendidikan. Menurut (Mulyasa, 2003) sekurang-kurangnya ada enam masalah pokok pendidikan nasional yaitu: (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2) pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efesiensi pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, (6) sumber daya yang belum professional.
Dalam rangka redefinisi pendidikan, ada dua hal yang perlu dikaji kembali. Pertama, pendidikan harus ditafsirkan secara luas. Pendidikan tidak terbatas dalam wujud sekolah-persekolahan. Pendidikan tidak dibebankan dan dilimpahkan semuanya kepada sekolah. Rumusan dan konsep formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan konsep pendidikan informal yang lebih memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku, berakhlak dan moralitas. Kedua, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan hidup dan kehidupan masyarakat. Tujuan pendidikan selama ini hanya mengutamakan pembentukan intelektual semata, haruslah diubah meliputi pembentukan seluruh spektrum intelegensi manusia.
Menurut Howard Gardner (dalam Gordon Dryden dan Jeannette Vos, 2000) setiap orang paling tidak memiliki tujuh pusat kecerdasan, bahkan mungkin lebih, yakni: (1) kecerdasan linguistik, (2) kecerdasan logis matematis, (3) kecerdasan visual-spasial (kemampuan melukis, memotret atau memotong), (4) kecerdasan jasmaniah-kinestetik, (5) kecerdasan musikal, (6) kecerdasan interpersonal (kecerdasan sosial), (7) kecerdasan interpersonal (kemampuan mengelola perasaan dan kesadaran diri sendiri).
Tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang cerdas dalam arti menguasai kecerdasan akademik tetapi yang terpenting ialah menjadikan manusia yang berbudaya. Yang kita perlukan bukan hanya educated human being tetapi educated and civilized human being, yaitu manusia cerdas dan beradab. Dari gambaran tersebut, dapat dirumuskan kembali pendidikan nasional sebagai proses huminisasi dan humanisasi seseorang berlangsung dalam lingkungan kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat yang berbudaya.
Sebagaimana dalam peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2003 pasal 3 bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari redefinisi ini dapat dipahami bahwa pendidikan bukan hanya menjadikan manusia berbeda dengan binatang dalam hal makan, minum, berpakaian dan mempunyai tempat tinggal, tetapi juga merupakan suatu proses humanisasi atau proses pemanusiaan seseorang. Hal ini sesuai konsep yang dilontarkan oleh Ansar Habosia (2003) bahwa inti pendidikan dalam bimbingan konseling adalah melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan menerapkan nilai keimanan dan ketaqwaan kepada siswa baik di sekolah, lingkungan keluarga maupun pada masyarakat. Nilai-nilai tersebut hidup dan berkembang di dalam keluarga dan masyarakat yang berbudaya, sehingga tanggung jawab pendidikan menjadi tugas bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan bukanlah suatu hal yang dijadikan sebagai proyek yang semata-mata hanya untuk membuat perut jadi buncit dan akhirnya kan menjadi kotoran saja. Akan tetapi pendidikan adalah wahana pengembangan yang menjadi kebutuhan kita bersama dalam menjadi manusia yang lebih beradab

0 komentar:

Posting Komentar